Jalan di Tempat, PERAK Kembali Pertanyakan Kasus Penjualan Lahan Negara di Maros

Makassar – Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Rakyat (LSM PERAK) kembali mempertanyakan kasus penjualan lahan atau aset negara di Kabupaten Maros terkait laporannya di awal tahun 2019.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, mengatakan akan menyelidiki dan mengusut adanya indikasi dugaan penjualan aset lahan negara, di Kelurahan Pettuadae, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros.

Hal itu disampaikan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Tarmizi, Senin (13/5/19) beberapa waktu lalu.

Menurut Tarmizi pada saat itu, terkait adanya laporan itu pihaknya akan menyelidiki dan melakukan pengecekan, terkait adanya laporan itu.

“Kita akan telusuri terlebih dahulu dan nanti kita selidiki juga. Jika benar adanya laporan itu tentu kita akan mengusutnya,” kata Tarmizi.

Tarmizi juga tidak menampik bila pihaknya akan segera menindaklanjuti, laporan dan informasi terkait adanya dugaan penjualan aset lahan negara, milik Pemkab Maros oleh pihak tertentu.

Pengusutan itu dilakukan setelah adanya laporan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Rakyat (LSM PERAK) Sulsel.

Diketahui, Komisi 1 DPRD Maros, sudah melakukan rapat dengar pendapat dengan beberapa saksi dan pihak-pihak yang bersangkutan untuk dimintai keterangannya.

“Dimana jelas negara dirugikan. Karena Komisi 1 DPRD Maros beserta institusi dan instansi terkait membenarkan bahwa itu jelas lahan negara. Namun dikemudian hari dijual oleh oknum-oknum nakal,” ujar Adiarsa MJ, SE, SH, Senin (21/10/19).

Lahan negara seluas 540 m2 yang terletak di Kelurahan Pettuadae, Kecamatan Turikale, Maros diduga dijual oleh seorang warga bernama H Muh Ali Dg. Rewa kepada H Masrul Mangati.

Dimana Lurah Pettuadae pada saat itu menerbitkan surat tanah garapan No. 26/0312/PTD/III/2016 tertanggal 24 Maret 2016.

Awalnya dugaan penjualan aset negara itu terkuak saat H. Masrul Mangati mengajukan permohonan surat izin mendirikan bangunan dengan dasar Akte Jual Beli No. 27/MR/KT/III/2016 tanggal 30 Maret 2016.

Namun belakangan permohonan tersebut ditolak oleh Ingriani Tanjung yang tidak ikut bertanda tangan sebagai pemilik lahan batas lokasi yang ada di sebelah timur lahan negara tersebut.

Hingga Ingriani Tanjung melakukan protes kepada mantan pejabat Kepala Kelurahan Pettuadae maupun Kepala Kecamatan Turikale, bahkan ke Pemerintah Kabupaten Maros.

Hingga akhirnya mendapat respon dari DPRD Kabupaten Maros dan melakukan rapat dengar pendapat tepatnya tahun 2018.

Akibat perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh Camat Turikale selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Lurah Pettuadae saat itu, negara jelas dirugikan. Diduga kerugian negara yang ditimbulkan berdasar nilai taksasi lahan negara tersebut miliaran rupiah.

“Kayaknya tidak ada perkembangan, kami minta Kejati segera mengusut siapa-siapa yang berani menjual aset negara termasuk pihak-pihak yang membantu melakukan pengurusan adaministrasinya agar cepat terjual. Kejati harus tetapkan tersangkanya,” tegas Adiarsa.

Hingga saat ini di bawah pimpinan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel yang baru belum memberikan penjelasan resmi terkait kasus tersebut.

(Fajar Udin)