Pemkab Wajo Bahas Revitalisasi Masjid Tua Tosora, Ini Harapannya

Wajo – Acara Revitalisasi Masjid Tua Tosora yang berlangsung diruang Sekertariat Yayasan Budaya Wajo (YBW) jalan Masjid Raya nomor 6 Sengkang, Kamis 10 Oktober 2019.

Di awal acara Drs. Sudirman Sabang yang merupakan Kasi Sejarah dan Tradisi Disdikbud Kabupaten Wajo menjelaskan tentang awal sejarah berdirinya Masjid Tua Tosora yang disaksikan reruntuhannya di dirikan oleh Arung Matowa Wajo yang ke 15 dan 17 yaitu La Pakallongi To Allinrungi lazim disebut To Ali.

Budayawan Wajo Drs. Sudirman Sabang yang juga sekaligus Ketua Yayasan dan Ketua Revitalisasi Masjid Tua Tosora menyampaikan kalau To Ali mendirikan Masjid Tua Tosora yaitu sekitar 1621 masehi atau 11 tahun setelah islam menjadi agama kerajaan di Wajo.

Dan dikatakan kalau Arung matowa yang pertama menerima agama Islam pada waktu itu adalah La Sangkuru Patau Mulajaji Sultan Abdurrahman arung matowa Wajo ke XII, lamanya memerintah 3 thn 1607-1610 M, dan mengucapkan dua kalimat syahadat didepan Abdul Khatib Sulaeman ( Datok Pattiman ) pada tanggal 16 mei 1610 Masehi bertepatan 15 syafar 1019 H.

Kalau dilihat runtutan sejarah, bahwa pada 15 Syafar La Sangkuru Patau Mulajaji Sultan Abdurrahman mengucapakan Dua kalimat Syahadat di depan Abdul Khatib Sulaeman Khatib Sulung alias Datok Pattimang.

Dan tanggal 14 Syafar nanti akan ada Peletakan batu pertama Revitalisasi Masjid Tua Tosora, jadi dapat dikatakan bahwa kalau Bulan syafar adalah momentun Sejarah ke Islaman di Wajo.

Lanjut dikatakan, kalau yang pertama mengungkap keberadaan Imam As’ sayyid Jamaluddin Al Akbar Al Husain di Kabupaten Wajo ialah Dr. Abdurrahman Al Ahmadi guru besar Sejarah Universitas Kebangsaan Malaysia.

Kedua adalah Jamaluddin Assagaf Puang Ramma menyebut bahwa kedatangan Islam di Sulsel sebelum tiga Datok ( Abdul Khatib Makmur Datok Ribandang, Abdul Khatib Sulaeman Datok Pattimang dan Abdul Khatib Jawahir Datok Ditiro) adalah Sayyid Jamaluddin Al Akbar Al Husain atau dikenal nama Syechta Tosora ( Syech kita di Tosora )

Ketiga, semua Habib yang ada di Indonesia dan Malaysia menyebut bahwa Syech Jamaluddin Al Akbar Al Husain makamnya berada di Tosora Sulawesi Selatan.

Dalam sambutan Bupati Wajo Dr. H. Amran Mahmud mengatakan kalau Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng mau membantu membangun sebuah destinasi kebudayaan di Wajo, agar bisa menjadi destinasi budaya, wisata religi yang akan menjadi program andalan Wajo kedepan dalam 5 tahun ini, selain itu potensi pertanian juga ingin dibangun selain dari sektor pariwisata.

“Dari 25 program kami kedepan, akan ada unggulan di setiap Kecamatan misalnya persuteraan kita, wisata budaya religi , Insya Allah bisa jadi penarik, sehingga Masjid Tua Tosora nantinya akan menjadi tempat belajar anak-anak kita, mendalami sejarah tentang Wajo, juga akan menjadi wisata pendidikan dan mengarahkan anak usia pendidikan untuk belajar sejarah Wajo disana nantinya,” ungkap Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si.

Dan dikatakan kalau jalanan ke Tosora juga nantinya akan dituntaskan, jalanan dari Paria ke Tosora juga akan dirampungkan demikian juga dari tampangeng, Jalan Bajo sampai ke Tosora, mudah mudahan bisa dirampungkan tahun depan.

“Akan ada peletakan batu pertama di Masjid kita ini, dan dengan momen ini kita bisa mengundang tokoh tokoh masyarakat yang ada di Kabupaten Wajo, dan juga dari luar dalam acara ini, untuk hadir bersama,”ungkap Bupati Wajo.

Juga disampaikan kalau bagaimana nanti menghindarkan masyarakat dari hal hal yang berbau Syirik, dan supaya digiring bahwa tempat ini betul-betul menjadi tempat ibadah, tempat orang berziarah, tempat orang belajar serta nilai-nilai apa yang bisa diangkat dari almarhum, termasuk pesan-pesan beliau yang bisa menjadi pembelajaran.

“Kalau bisa dilakukan lokakarya atau diseminarkan dan akan menjadi bahan referensi sejarah menjadi pembelajaran paling tidak aktualisasi nilai nilai budaya, kearifan lokal yang kita miliki, sehingga bisa jadi tempat yang baik,” kata Bupati Wajo.

Prof Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, mengatakan bahwa program ini harus dimulai, dan dikatakan ketika berziarah ke tempat itu, dan ketika itu juga berjanji untuk bagaimana mengamankan artefak-artefak di sana.

Dan dijelaskan kalau Syekh Jamaluddin Al Akbar Al Hussein merupakan keturunan atau nenek dari Sunan Ampel dan situs ini mendapat pengakuan internasional yang dijelaskan bahwa beliau itu turunan kedua puluh Rasulullah dan merupakan Marga Husein atau anak dari Sayyidina Ali.

Dan gambar dari perencanaan situs ini sudah dirampungkan semua, dan ini bukan Masjid yang dipakai untuk salat lima waktu, tapi hanya dipakai untuk berzikir, salat sunat atau salat qasar saja, jadi tidak ada speaker atau sound systemnya karena sudah ada masjid di dekat situ.

“Jadi hanya betul-betul memfasilitasi orang yang haul atau berdzikir, modelnya dikembalikan waktu zaman 1936 dalam model pendopo dan non muslim juga bisa berkunjung ke sana, sehingga nanti ada pelataran khusus untuk yang non muslim, medianya juga terbuka atap saja yang nanti hanya menaungi makam dari Syekh Jalaludin,” ungkap Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng.

(Fajar Udin)