Puncak Harjad 753 ‘Harmoni Bumi Sumekar’ Dengan Sumenep Bershalawat

Sumenep, Jatim|suaranasionalnews.co.id
Sebagai bentuk syukur serta jadi penghujung acara Hari Jadi Sumenep Ke – 753 tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Sumenep gelar tasyakuran yang bertemakan “Sumenep Bersholawat” di area Pendopo Agung Sumenep. Senin, 31/10/2022.

Dalam tasyakuran tersebut, tersaji 97 nasi tumpeng yang nantinya bisa dinikmati oleh ribuan tamu undangan yang ada. Tampak semua anggota Forkopimda Sumenep hadir dalam kegiatan tersebut, diantaranya Bupati Sumenep Achmad Fauzi SH MH, Dandim 0827/Sumenep diwakili, Kapolres Sumenep, Ketua PA Sumenep, Ketua PN Sumenep, Kepala Kementrian Kabupaten Sumenep, para tokoh Masyarakat serta segenap Elemen masyarakat.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Sumenep, Moh Iksan menyampaikan, tasyakuran ‘Sumenep Bersholawat’ digelar guna mengajak masyarakat Sumenep untuk bersama Bersholawat kepada junjungan nabi besar kita Mohammad Rasulullah Saw, agar bisa mendapatkan syafaatnya untuk ketentraman bersama demi untuk Kemajuan Kabupaten Sumenep.

Ada berbagai seni budaya lokal yang ditampilkan, salah satunya adalah Hadrah al-Banjari dari Desa Kolor, menurutnya, Hadrah Al-Banjari adalah kesenian musik Islami yang bernafaskan Islam mendapatkan tantangan berat yang harus dilestarikan kepada para generasi muda yaitu sekularisasi kehidupan yang dalam bermusik ditandai dengan semakin populernya musik-musik yang tidak mendidik.

“Tantangan lainnya adalah agar generasi muda diperkenalkan dengan seni musik Islami. Semoga dengan kajian ini, para pegiat kesenian Islam terus semangat dengan menumbuhkan kreativitas dalam berkesenian sesuai dengan misi Islam.” Ujarnya.

Selain itu ada pula kesenian tradisi lokal Sumenep seperti Sintung yaitu kesenian yang sudah mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Sumenep, Kesenian Sintung adalah perpaduan dari beberapa unsur seni, yaitu seni tari, olah vokal dan musik. Adapun unsur tari yang disajikan merupakan modifikasi gerakan Hadrah, Samman, Ruddat dan gambus.

“Perpaduan tersebut menghasilkan rangkaian gerakan yang spesifik, tangkas, lincah, rancak serta dinamis. Sedangkan bacaan dalam syair-syair yang dibawakan merupakan bacaan shalawat dan barzanji, ber-bahasa Madura, Melayu dan Arab,” tuturnya.

Keunikan dari kesenian Sintung ini adalah, semua instrumen alat musik berasal dari pohon siwalan. Jidor, terbuat dari pohon yang besar, begitu pula dengan gendang. Sedangkan tong-tong dibuat dari tempurung buah siwalan yang berbentuk bulatan (2 buah), dipegang oleh setiap penari. Sedangkan jidor maupun gendang dibungkus dengan kulit sapi/kambing.

“Pada pementasan/penampilan jumlah penari minimal 25 orang laki-laki, yang diiringi oleh 5 pemusik yang terdiri dari 1 pemain pemegang jidor, 2 orang penabuh gendang ditambah 2 orang penabuh rebana. Sedangkan alat musik tong-tong, dipegang dan dimainkan oleh semua pemain/penari. Pembacaan shalawat dan barzanji dilakukan oleh 2 orang,” tambahnya.

Iksan juga menjelaskan, sangat banyak kesenian lokal yang sangat otentik namun sudah mulai tergerus zaman. Dicontohkan, kesenian tradisi sastra Mamaca, tradisi sastra lisan Mamaca kesenian tradisional Madura ini memiliki keunikan dalam pertunjukannya. Dalam penyajiannya, sastra lisan Mamaca diiringi oleh seperangkat gamelan dan suling, keunikan kesenian ini terdapat pada bahasa yang digunakan yakni bahasa Jawa Arab yang kemudian diterjemakan dalam bahasa Madura.

“Dalam kepercayaan masyarakat Madura, tradisi sastra lisan Mamaca berfungsi sebagai sarana ritual sebagai penghilang sial dalam menjalani kehidupan, namun disamping itu kesenian Mamaca juga dijadikan sebagai sarana hiburan. Kami sengaja mengemas Hari Jadi Kabupaten Sumenep 753 ditutup dengan sesuatu hal yang bersifat religi, agar kedepannya Kabupaten Sumenep bisa makin tentram, nyaman, adem serta religius,” harapnya. (And)