Polemik Pulau Tabuhan,  Menjadikan Praktisi Pengamat Kebijakan Angkat Bicara

Banyuwangi | suaranasionalnews.co.id Praktisi pengamat kebijakan publik dan pembangunan (Andi Purnama), angkat bicara kaitan adanya pro dan kontra persoalan penyewaan pulau Tabuan, Desa Bansring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kepada Paragon Singapur.

“Strategi pemerintah daerah, dalam menerapkan pengembangan pola ruang bagi investasi, penanaman modal perorangan, serta badan usaha upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, harus dilandasi dengan upaya menjaga komitmen moral dan keberpihakan masyarakat luas, tidak serta-merta pelepasan wilayah untuk investasi badan usaha swasta, dengan mekanisme penyewaan terhadap tanah-tanah negara, pulau-pulau kecil utuh, wilayah daerah pesisir dan pantai akan memberikan dampak kebaikan dan kemaslahatan rakyat banyak, apabila keterbukaan informasi dan aturan komitmen bersama pijakan aturan, masyarakat tidak mendapatkan penjelasan yang menyeluruh,” kata Andi kepada Media ini, Kamis (5/3/2020).

Masih menurutnya,Pola ruang yang diberikan dengan unsur hak previlage, istimewa dan “tiba-tiba” dengan komunikasi yang tertutup dan tidak transparan akan menimbulkan friksi sosial terhadap hak masyarakat adat/ulayat disekitar pulau dan perairan. Hal ini diamanatkan dalam Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, pada Pasal 60, Bahwa masyarakat adat/ulayat, hak masyarakat tradisional, kearifan lokal turun-temurun, memberikan porsi yang lebih besar untuk berbicara dalam hal keterbukaan dalam mekanisme pola ruang dan pemanfaatannya, yang dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan/ pengendalian.

“Masyarakat akan mempertanyakan kinerja pemerintah, bagaimana kita akan merasa nyaman dan diuntungkan (skala luas), dengan adanya pihak swasta/asing beroperasi di halaman kita, dengan cara menghaki wilayah sempadan, perairan, pantai, pulau-pulau, gunung emas yang dampaknya hanya sekelompok kecil yang diuntungkan, dan oknum pejabat/kepala daerah yang mengobral izin dengan mahar-maharnya, sehingga penegakan Perda-Perda menjadi lemah dan pembiaran pelanggaran yang terjadi seolah tutup mata,” ujar Andi.

Lanjut Andi,Friksi-friksi masyarakat akan muncul, apabila yang diangkat ruang komunikasinya hanya pada tataran isu antara masyarakat setuju dan tidak setuju, seolah-olah adanya investasi dan pembangunan di daerahnya, padahal secara substansi dan pemahaman bagaimana kegiatan operasi bisnis investasi tersebut dapat dirasakan jangka panjang dan menjadi kebangkitan ekonomi yang signifikan terhadap pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Tataran kita hanya memandang sumber daya alam yang dieksploitasi, bukan proses menambahkan, mendefinisikan akan nilai sebuah potensinya dalam pemanfaatannya.

“Selayaknya negara/pemerintah yang mempunyai kelengkapan yang lebih tinggi melindungi masyarakatnya. Tidak memberikan pemahaman “pendek” dengan hanya puas mendatangkan investor dari luar, tetapi kemanfaatannya tidak signifikan, kita hanya dijadikan pelayan bukan owner dari pemilik operasi dan bisnis.

Diatur dalam mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha, tertuang dalam Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dan Peraturan Menteri No. Perencanaan Pembangunan Nasional No.4 Tahun 2015 Tata Cara Pelaksanaan KPBU diamanatkan apabila pemerintah daerah mampu dalam hal perwujudan “persiapan” dan “percaya diri” dan mapu dalam mengelola Sumber Daya Alam, bukan lagi memberikan hak penuh pada sektor perorangan, swasta, tetapi kita sendiri, putra-putra daerah yang dimajukan dan disejahterkan oleh pemerintahnya (paradigma pemimpin menggerakan mesin pemerintahannya). KPBU memberikan kesempatan pada pemerintah daerah dalam kemampuan perencanaan yang matang sampai pada kesiapan detail perencanaan maupun sistem operasi yang akan digunakan,” jelasnya.

Masih lanjut, Pembiayaannya oleh pihak swasta yang dijamin negara dengan skema pembagian resiko, artinya swasta diberikan porsi bukan sebagai pelaku bisnis keseluruhannya/dominan bahkan hanya ditempatkan sebagai pelaksanaa dan pemodal keuangan saja yang dijamin akan pengembalianya, diluar pembiayaan dari APBD, melainkan dari kementrian Keuangan RI, pada Dirjen Pembiayaan dan Resiko. Skema pembangunan seperti ini dapat lebih mengangkat harkat martabat rakyatnya mensejahterakan banyak pihak, dari pada hanya menjadi penonton yang memiliki daya beli yang menurun, sambil Sumber Daya Alam (SDA) nya dieksploitasi dengan menonton banyaknya festifal dan arak-arakan,” pungkas Andi.
(Hry)