Latif Sady, Dalam Kasus Pasar Anom Pihak BPRS Telah Nyata Bodohin Masyarakat Sumenep

Sumenep, Jawa Timur
Aksi demo Koalisi sejumlah LSM Sumenep yang terjadi Kamis kemaren, tepatnya tanggal 20 Juni 2019 ke Kantor BPRS telah membuka kedok kebohongan Pemkab Sumenep bersama Bank BPRS Bhakti Sumekar yang selama ini diduga telah mengelabui masyarakat pengguna Pasar Anom Blok A Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Ketua umum LIPK (Lembaga Independen Pengawas Keuangan) Latif Sady membantah keras pernyataan Direktur Utama Bank BPRS Novi Sujatmiko pada sejumlah media waktu lalu.

Novi mengatakan bahwa pengelolaan Pasar Anom Baru Sumenep di Blok “A” Bank BPRS melalui Koperasi Sumekar Jaya diminta untuk membantu meringankan beban pedagang korban kebakaran, dijual tanpa DP dicicil Rp 900 ribu per bulan selama 15 tahun dengan bunga ringan 0,2% per bulan atau setara dengan 3% setahun.

Menurut Latif Sady, pengakuan Novi itu menunjukkan bahwa lemahnya SDM para pakar hukum di Pemda Sumenep, memperjual belikan objek Bangun Serah Guna (BSG) berupa Toko, Kios dll, itu bukan meringankan para korban kebakaran justru membebani para pedagang pengguna Blok “A”.
“Pakar hukum mana, yang membolehkan objek BGS diperjual belikan,” tegasnya.

Seharusnya pedagang diperlakukan sama dengan pasar-pasar yang telah dibangun Pemda dari Dana APBN/APBD, dengan cara tarik sewa ke pedagang setiap tahun kemudian pendapatannya disetor ke Kasda. Oleh sebab itu, Pasar Anom ini kononnya hasil kerjasama Investasi BSG maka pendapatannya dari hasil pengelolaan termasuk sewa dibagi sesuai ketentuan yang minimal 10 persen dibayarkan ke Kas Daerah Sumenep per tahunnya.

“Ini kan penipuan namanya masyarakat dibodohi disuruh beli dengan dibebani cicilan Rp. 900 ribu per bulan, bagaimana tidak Kontrak Investasi BSG antara PT Maje dan Pemkab Sumenep selama 25 tahun, namun setelah 25 tahun Objek BSG tanah dan bangunan tersebut, secara otomatis menjadi hak milik Pemkab Sumenep dan berstatus Aset Negara.

Seluruh hasil pendapatan 100 persen, masuk ke Khas Daerah kalau tidak akan menjadi temuan yang berpotensi merugikan keuangan Daerah/Negara, lalu apa yang dimiliki pembeli setelah 25 tahun,” ucapnya.

Untuk itu, Kata Latif, peratuan dan perundangan melarang Objek BSG diperjual belikan, aturan tersebut diantaranya : Peraturan Menteri Keuangan No. 96/Pmk.06/2007 Lampiran V angka 4 huruf b menyampaikan bahwa selama dalam pengoprasian tidak menjaminkan, menggadaikan dan/atau memindahtangankan objek BGS/BSG. kemudian PP No. 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik Negara/Daerah pada pasal 29 ayat (3) huruf b menyatakan bahwa selama jangka waktu pengoperasian tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan Objek Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna. dan lagi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 Pasal 41 ayat (2) huruf b menyatakan bahwa, Mitra Bangun Guna Serah yang telah ditetapkan selama jangka waktu pengoperasian tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan objek Bangun Guna Serah.

Mengupas pernyataan Direktur Utama PT BPRS Bhakti Sumekar Novi Sujatmiko, di media lain, menjelaskan pengelolaan Pasar Anom Baru Sumenep di Blok A. PT BPRS Bhakti Sumekar sebagai BUMD milik Pemkab Sumenep diminta untuk membantu meringankan beban pedagang korban kebakaran.

“Karena itu, melalui Koperasi Sumekar Jaya membeli bangunan Pasar Anom Baru Blok A setelah investor PT Maje menyerahkan hasil pekerjaan ke Pemkab Sumenep,” terang Novi.

Novi menegaskan, latar belakang PT BPRS Bhakti Sumekar membeli bangunan Pasar Anom Baru Blok A semata untuk membantu Pemerintah Kabupaten Sumenep dan pedagang korban kebakaran. Sebab, katanya, jika para pedagang korban kebakaran membeli langsung kepada investor, Novi yakin para pedagang tidak akan mampu membeli secara langsung. Baik toko, stan, maupun kios di blok A tersebut.

Novi menyebut beban bunga bank untuk pedagang korban kebakaran hanya 0,2 setengah persen per bulan. Jika 1 tahun hanya 3 persen. “Pembeli tanpa DP. Kalau pinjam ke bank lain, bunga rata-rata 7 sampai 12 persen tiap tahun. Bunga rendah sengaja diberlakukan untuk membantu para pedagang korban kebakaran,” sambungnya.

Setelah menguasasi 90%, Koperasi karyawan PT BPRS Bhakti Sumekar ini menjual 212 toko,kios dan stan lantai 1 kepada para pedagang korban kebakaran dengan nilai jual sangat murah. Per unit toko dijual Rp 120 juta. Pedagang beli tanpa DP dengan cicilan selama 15 tahun. Cicilan perbulan sekitar Rp 900 ribuan. Harga kios dan stan, harganya lebih murah dari harga toko.

Menurut Novi, kepemilikan mayoritas bangunan Pasar Anom Baru Sumenep di Blok A atas nama Koperasi Sumekar Jaya mencapai 90 persen. “Prosesnya, tentu melalui kajian secara mendalam. Termasuk meminta masukan dari sejumlah ahli di bidang perbankan dan pakar hukum lainnya,” tambahnya kepada sejumlah media.

Ketika kontrak pembelian itu dilakukan, sejumlah langkah pun dilakukan. Novi tentu mereview ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kontrak. Selain itu, dia meminta masukan kepada parag ahli di bidangnya. Bagian Hukum Pemkab dan ahli hukum perbankan. (asm&)